Jangan Mengejar Dunia

Seorang kawan datang ke rumah saya dengan mobil barunya.
Putih mulusss, keluaran terbaru.

Harganya 350 juta dibelinya cash! Tanpa kredit, tanpa cicilan, tanpa depe-depean, tanpa asuransi-asuransian.

Anehnya ketika datang dia tidak membahas sama sekali soal mobilnya, beda dengan orang yang biasanya euforia punya mobil baru, biasanya akan menunjukkan setiap detail lekuk bodinya luar dalam, menjelaskan keunggulan mobilnya, akselerasinya, irit bensinnya, kedap suaranya dan lain-lain.

Walaupun barang kreditan pokoknya pamer harus selalu terdepan.

Saya yang penasaran malah bertanya duluan, ketika menuju masjid ke dusun sebelah sengaja saya ambil kuncinya, saya pengen nyoba mobil barunya.

Mmm ... empuk, antep gak goyang, setirannya ringan, kedap suara, gasnya enteng, interior yang masih bau harum khas mobil baru.

"Ini semua cobaan buat saya mas ... Astagfirullah ... Astagfirullah ..." kawan saya berkata itu.

Loh! Punya mobil baru kok malah istigfar?

"Allah seperti ngasih bonus dunia ini buat saya, padahal selama ini saya hanya ngikut aturan ALLAH.

Saya kejar perintahnya, semua saya lakukan, salat selalu tepat waktu jemaah di masjid, amalan sunah semua saya lakukan, pokoknya saya ingin ALLAH rida pada hidup saya ... dunia ini apalah artinya." lanjutnya.

Yayaya ... saya ingat, dia sudah 4 tahun bareng saya ngurusi #SedekahRombongan di Jogja.

Di sela waktunya ngurusi bisnis, dia wakafkan waktunya mendata laporan-laporan kurir di lapangan agar tertib.

Pernah sampai larut malam kontak saya, bertanya beberapa laporan dan pengajuan dana yang belum beres. Tanpa digaji, tanggung jawab tetap teratasi.

Bisnisnya sebagai supplier kain, benang, dan juga produsen batik.

Dia masuki kantor-kantor menawarkan pesanan massal untuk seragam kantor, mendatangi para pengrajin batik dan dia tawarkan kain polosan.

Salatnya masya ALLAH, pernah berkata kepada saya, "Selama bunyi azan masih terdengar di telinga, maka saya akan cari dan datangi masjid itu untuk salat, tidak ada alasan uzur untuk saya salat di rumah atau menunda-nundanya"

Di rumah dia takmir masjid, belajar ilmu hingga bisa jadi pengisi khotbah Jumat dan kajian-kajian ringan lainnya.

Dia memantaskan diri di depan ALLAH untuk meraih keberkahan dunia.

Sebagai hamba yang layak dicurahi rezeki yang buanyaaak, halal, dan berkah.

Ketika dua tahun lalu dia meninggalkan riba, semua pinjaman di bank dan kartu kreditnya dilunasi, satu demi satu selesai.

Dalam kondisi kepepet butuh modal, dia bersikukuh tidak mau utang bank lagi, yang dia lakukan BERDOA terus menerus! Sampai ALLAH tunjukkan jalannya dia bertemu supplier yang bisa menjadi mitranya tanpa modal di depan.

Berjalan berbulan-bulan kerja sama itu lancar, sampai akhirnya si mitra memintanya membuatkan nota-nota palsu untuk jadi syarat utang baru ke bank ... dia memilih mundur, tidak mau lagi terlibat di akad-akad itu apalagi sampai bikin surat palsu.

Berjalan lagi sendiri dengan keyakinan hati, hingga pertolongan ALLAH terus datang dari kanan-kiri, pesanan datang berkali-kali dalam jumlah massal yang bikin omzet meninggi.

Kisahnya pernah saya tulis di buku "Kembali Ke Titik Nol" ketika waktu itu dia bisa lepas dari utang riba.

Sepulang dari masjid saya serahkan kunci padanya, gantian saya disopiri ...

Mobil berjalan pelan, saya bertanya, "Kenapa semua ibadah ini kau kerjakan sungguh-sungguh?"

"Karena saya tidak tahu, dari ibadah yang mana ALLAH mengabulkan doa-doa saya, rezeki saya berlimpah saat ini, saya pun takut kalau oleh ALLAH saat ini saya sedang diuji ..."

Saya menyaksikan, mulutnya terus mengucapkan istigfar sepanjang mobil berjalan pulang.

Patutkah kita sombong walau berharta, karena harta yang kita miliki ada pertanggungjawabannya.

_____
(surat elektronik | anonim)

Posting Komentar

0 Komentar