NYONYA MENEER ... WASSALAM

Nyonya Meneer sudah lelah berdiri. Bayangkan, nyonya ini berdiri sejak 1919.  Artinya sudah 98 tahun beliau berdiri.  Pasti capeknya luar biasa.

Perusahaan jamu Nyonya Meneer ini dinyatakan pailit, bangkrut. Gulung tikar saat buruhnya mencapai 1.100 orang, saat ribuan orang barangkali masih menggunakan produk jamunya, saat jutaan orang masih mengingat logonya, perempuan berkebaya Tionghoa bersanggul Jawa, tulisan berdiri sejak 1919, bersama kenangan masa lalunya. Termasuk saya.

Nyonya Meneer adalah legenda Law Ping Nio, perempuan blasteran Tionghoa - Jawa, kelahiran Sidoarjo, 1895. Sebutan Meneer itu bukan karena ada darah Belanda dalam dirinya, tetapi ibunya, perempuan Jawa itu saat hamilnya kerap mengemil menir,  butiran beras halus sisa tumbukan padi. Saat Law Ping Nio lahir, ibunya menyebutnya menir.

Ibunya, perempuan Jawa ini mengajarinya membuat jamu-jamuan dari berbagai ramuan. Dia terus belajar meracik jamu setiap hari di usia remajanya. Tak ada sakit yang tak ada obatnya, tak ada obat yang sulit ditemukan. Sekitar kita adalah obat. Ini kataku,  bukan Tuan Meneer hehehe ...

Di usia 17 tahun, Nio dinikahkan dengan lelaki Tionghoa asal Semarang, pedagang muda bernama Ong Bian Wan. Hijrah dia dari Sidoarjo ke Semarang.

Ibunya,  perempuan Jawa itu melepaskannya. Nio berurai air mata. Masih muda usia dia. Tetapi ia mengingat selalu didikan ibunya,  sejak kanak-kanak telah diajarkannya merawat rumah, kerja rumah tangga, dan memelihara tanaman obat.

Satu kala, suaminya sakit perut bukan kepalang. Ususnya serasa dipelintir seperti untir-untir. Dalam paniknya, Nio membuat ramuan jamu penyembuh sakit perut resep ibunya. Zaman itu tak ada WhatsApp atau Line sehingga ia bisa bertanya kepada ibunya dengan mudah, Nio mengandalkan daya ingatnya. Racikannya ternyata berhasil. Sakit perut melilit suaminya sembuh.

Mulut ke mulut,  tersebar di sekitar rumahnya, ia bisa mengobati orang sakit dengan jamu. Sakit demam, sakit perut, sakit kepala, masuk angin, ibu habis bersalin, dan lainnya minggat karena jamunya.

Nio mengantarkan jamu pesanan dari rumah ke rumah. Dia sendiri yang membuatnya. Tak malu, tak sungkan.

Tahun 1919, Nio mulai membuat jamu yang dipasarkan. Diberinya foto dirinya, mereknya Tjap Portret Njonja Meneer. Djamu Habis Beranak, produk pertamanya. Dan seterusnya. Dan seterusnya. Berbagai jamu buatannya menjadi andalan di banyak rumah tangga, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Naluri perempuannya pun bicara. Jauh sebelum Indonesia merdeka.  Jauh sebelum ada Kementerian Kesehatan. Jauh lagi sebelum ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nyonya Meneer sudah beraksi.

Hidup Nyonya Meneer tak selamanya mulus, banyak rintangan dalam bisnisnya, dalam keluarganya. Ia terus berjalan tak mudah dipatahkan. Warisan kejayaan perusahaan jamu ditinggalkannya pada 1978, Nyonya Meneer meninggal. Nio berpulang.

Kedua kalinya Nio "meninggal" awal Agustus ini,  perusahaan yang dirintis susah payah dinyatakan pailit, terjerat utang, berhenti di generasi ketiganya.

Entah sudah berapa banyak orang disembuhkan sakitnya berkat ramuan dan racikannya. Hampir 100 tahun ini.  Bayangkan.

Kalau saja saya Presiden, saya akan segera perintahkan ambil alih perusahaan ini. Bukan saja soal ribuan pegawai yang perlu diselamatkan, tetapi Nyonya Meneer tak boleh hilang karena ini salah satu catatan peradaban pengobatan Nusantara modern,  legenda usaha pribumi jauh sebelum proklamasi, pengakuan terhadap kehebatan perempuan bernama Nio berayah Tionghoa dan Ibu Jawa dan segala macam sisi heroik lainnya.

Saya akan tunjuk Menteri Khusus Jamu Indonesia. Nyonya Meneer harus berdiri seribu tahun lagi,  kalau capek, gantian memijatnya. Bagus membangun infrastruktur, menara gading dibuat di mana-mana, tak ada salahnya terus menguatkan posisi politik agar berkuasa terus, tapi lebih bagus juga tak lupa sejarah terkecil dari negeri ini,  tukang jamu. Kecil saja tak muluk.

Sayang saya bukan siapa-siapa. Jadi mohon maaf saya tak bisa telepon Anda sebagai calon Menteri Jamu Indonesia.

Saya berduka Nyonya Meneer meninggal dan kemudian akan hilang dari khazanah bangsa ini pelan-pelan. Saya menulis ini sambil mengolesi sisa minyak telon Cap Nyonya Meneer. Beberapa tetes. Sisa terakhir. Kemudian habis terbuang.

Nyonya Meneer menyerah. Dia terebah ...😢

#sayabelajarhidup bersama Ursamsi Hinukartopati.

Mudah-mudakan sampai dibaca oleh para pembuat keputusan. 🇲🇨🌥

_______
(surat elektronik | anonim) @2018

Posting Komentar

0 Komentar