COMPETITION vs COOPERATION

CERITA SEORANG SAHABAT DIASPORA DI AMERIKA YANG BEKERJA DI CHEVRON, CALIFORNIA
(sebuah catatan, yang mungkin bagus untuk anak-anak Indonesia dan kita sendiri di lingkungan pekerjaan kita).

COMPETITION vs COOPERATION

Jumat lalu, kedua anak saya menerima Report Card dari sekolahnya Ronald Reagan Elementary School (rapor kalau di Indonesia). Melihat keduanya mendapat nilai-nilai yang sangat bagus. Anehnya kok tidak tercantum info tentang rangking?

Saya tergoda bertanya ke salah satu gurunya ...
“Anak saya ranking berapa, Ms. Batey?”
Dia balik bertanya, “Kenapa Anda orang Asia selalu tanya seperti itu?”

"Wah, salah apa saya ini...?" kata saya dalam hati.
Dia melanjutkan bicara,  “Anda kok sangat suka sekali berkompetisi?" katanya.

"Di level anak Anda, tidak ada rangking-rangking-an ...!"
"Tidak ada kompetisi!" tambahnya.

"Kami mengajari mereka tentang 'cooperation' alias kerja sama ...!
Mereka harus bisa bekerja dalam 'team work'
Dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi.
Mereka harus punya banyak teman!
Lebih penting bagi kami untuk mengajari mereka story telling dan bagaimana mengungkapkan isi pikiran dalam bahasa yang terstruktur dan sistematis!
Kami mengajari mereka "logika" dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan!

Dari sini, rupanya kenapa teman-teman saya di kantor mentalnya selalu  "How can I help you?  Hampir tidak pernah saya lihat mereka jegal-jegalan.

Dan, di Amerika hampir semua profesi mendapat penghasilan/penghargaan yang layak. Tidak harus semua jadi dokter, insinyur, atau profesi lain yang terlihat "terhormat" seperti di Indonesia. Semua orang boleh mencari penghidupan sesuai passion-nya, sehingga semua bidang kehidupan berkembang maju, karena diisi orang-orang yang bekerja dengan penuh gairah.

Wah … saya jadi ingat, memang pendidikan di negeri saya sangat kompetitif.
Banyak orang tua yang narsis kemudian memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. Wow!

Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh menjadi orang-orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerja sama.
Kiri-kanannya dianggap saingan bahkan sangat mungkin sebagai musuhnya?
Dirinya harus menjadi yang terbaik!
Mending kalau si anak bisa mengembangkan dirinya supaya menang persaingan. Yang ada, kadang mereka justru menunjukkan kebaikan dirinya dengan cara menungkapkan kejelekan-kejelekan temannya atau pun orang lain ...

"Kalau bukan kita siapa lagi?" begitu jargonnya.

Wuih ..., betapa arogannya, seakan-akan pihak lain tidak ada yang bisa! Hanya dia sendiri yang mampu!
Kemudian yang ada adalah menjadi sakit mentalnya.

"Aku menang ... aku menang ...!" begitu suara anak-anak dari sebuah gang di ibu kota.

Entah permainan apa yang mereka menangkan?
Entah kapan dia sadar, bahwa hidup bukan melulu soal menang atau kalah!

The magic words is "How can I help you ....”

._
@grupWA, 20122018

Posting Komentar

0 Komentar